Manusia setinggi lutut. Begitulah orang-orang memanggilnya. Karena pada kenyataanya, ia memang “hanya” seperti itu. Ia memiliki anggota badan yang normal. Misalnya saja, matanya dua. Hidungnya pun berlubang dua, menghadap ke bawahtentu saja (coba bayangkan kalau lubangnya menghadap ke atas, dan hari sedang hujan deres…..). Tapi ada satu hal yang membuatnya tidak puas. Yang bikib ia gemas, badan jadi panas, serasa mau tewas, ingin segera makan mole nisi nanas…..(itu mah namanya laper, Mas Mbak!). Apaan tuh? Itu lho. TINGGINYA YANG CUMAN STINGGI LUTUT MANUSIA DEWASA YANG NORMAL.
Alangkah nggak pe-denya ia ketika berdampingan dengan teman-temannya. Padahal, ia ingin banget jadi pramugara, atau kipper sebuah tim sepak bola, atau presiden Indonesia (Haaaa?). Tapi bagaimana mungkin? Jalan saja miring (gara-gara ketiup angin)
Maka, dengan hati masygul, Mansel (Manusia Setinggi Lutut, gitu!) berjalan mencari pencerahan. Ia membayangkan seandainya ia punya badan yang kekar, tinggi mekar, bias terbang…….
Hingga tibalah ia di sebuah padang rumput. Ia lihat sekawanan kerbau sedang asyik merumput.ia melihat badan mereka besar, dan kekar. Wah, iya! Ia pun dapat ide brillian. Segera ia mendekat ke yang paling besar. Setelah berbasa-basi sebentar, ia pun menanyakan kepada Pak Kerbau bagaimana ia bias memperoleh tubuh yang besar dan kekar sperti itu. Pak Kerbau menjawab, “Aku tak tahu secara pasti. Yang jelas, setiap hari aku selalu makan rumput banyak-banyak.” Yees! Mansel mengucapkan terima kasih atas “ramuan ajaib” yang diberikan kepadanya tersebut.
Mansel segera mengumpulkan rumput-rumput yang paling segar. Dengan penuh semangat, ia pulang membawa segepok rumput dan harapan : Mansel jadi kuat dan besaaaar!
Beberapa hari kemudian, setelah Mansel rutin makan rumput segar 3 kali sehari……..
Tubuhnya tetap sajasama. Tingginya tak jauh berbeda.
Hanya saja…….perutnya melilit luar biazza…! Ternyata, “ramuan ajaib” Pak Kerbau sama sekali tak cocok untuknya!
Dengan gontai, kembali Mansel berkeliling mencari jawaban. Bagaimana bikin badan jadi tinggi semampai? (sebenarnya sih, kalau menurut ilmu ‘SINGKATAN’, semampai itu disebut “semester tak sampai”)
Di rerimbunan pohon yang meninggi, ia melihat kawanan jerapah sedang asyik meliukkan leher sambil makan dedaunan di atas sana. Olala! Ini yang Mansel cari. Segera ia mendekatkan diri. Lalu menanyakan rahasia agar bias menjulang tinggi.
“Apa ya? Dari lahir hingga sekarang, aku terus berkembang menjadi tinggi. Makananku, dedaunan seperti ini.” Begitu ujar Om Jerapah. Wah, bias dicoba! Kata Mansel dalam hati. Tak tunggu lama, Mansel segera berpamitan untuk secepat mungkin mencoba “resep” baru yang ia temukan. Hasilnya?
Seminggu kemudian, setelah tiap hari ia menahan pahitnya rasa dedaunan yang ia telan, akhirnya keinginannya belum juga kesampaian. Badannya tetap saja mungil, kecil. Ternyata hasilnya masih nihil!
Meski belum meraih sukses, ia tak patah asa. Tekadnya tetap membara! Ia terus mencari “ramuan ajaib” yang tepat untuknya. Ia coba cara kuda nil (mandi lumpur tengah hari), cara kelinci (sedia wortel sebelum lapar), cara elang (yang malah bikin kakinya kesleo). Setelah beberapa bulan mencoba, mencoba, dan mencoba (dan belum kelihatan hasilnya), mulailah semangatnya kendur. Keyakinannya mulai luntur.
Dan di sanalah ia. Mansel terduduk sendirian, di bawah sebuah pohon yang rindang, merutuki nasibnya yang memprihatikan. Kaciaaaaannnn…..
Saat masih tenggelam dalam kesedihannya yang mendalam. Teringatlah ia akan keberadaan Kakek Bijaksana. Kakek itu dianggap para makhluk yang hidup di ditu sebagai seorang yang sangat arif dan sering dimintakan pendapat bila para penghuni daerah itu menghadapi persoalan-persoalan yang pelik.
Sampailah Mansel ke tempat sang Kakek Bijaksana. Ia pun mengutarakan kegalaun hatinya.
…………………………………………
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
………………………………………….
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
……………………………………….
Setelah mendengarkan semua penuturan Mansel, Kakek Bijaksana tersenyum dengan lembut. Lalu Kakek itu berkata, “Cucuku, setiap makhluk punya keunikannya sendiri-sendiri. Mereka punya kelebihan, juga kekurangan masing-masing.” Sang Kakek berhenti, menarik nafas sejenak. Kemudian ia melaanjutkan, “Nanti, carilah pohon tertinggi yang ada di daerah sini. Naiklah ke puncak pohon itu. Cucuku, engkau akan melihat pemandangan indah yang tidak semua makhluk bias menyaksikannya.” Sang Kakek diam lagi. Matanya sejuk menatap Mansel. Mansel mendengarkan dengan takzim. “Syukurilah setiap anugrah Allah untukmu, maka engkau akan menemukan berbagai keajaiban yang Allah titipkan padamu.”
Sepulang dari rumah Kakek Bijaksana, perasaan Mansel menjadi tenteram. Seperti nasihat san Kakek, Mansel segera mencari pohon tertinggi yang ada di situ. Setelah ia temukan pohon ia pun mengedarkan pandangannya dari atas pohon, ke sekelilingnya..
Wow, Luar Biassa! Segala puji bagi Allah Rabb Semesta Alam!! Betapa indah pemandangannya. Birunya langit, putihnya awan, sepoi angin, hamparan awah dan pepohonan, lambaian dedaunan; semuanya sungguh menakjubkan. Semuanya amat menawan. Terima kasih,ya Tuhan!
Mansel merasa dirinya besar dan tinggi. Teramat tinggi. Ia tahu, tidak semua makhluk punya kemampuan seperti dirinya sekarang. Kerbau, Jerapah, Kuda nil, Kelinci tidak mampu memanjat setinggi dirinya. Elang mungkin bias terbang lebih tinggi darinya, tapi ia tidak bias menikmati asyiknya jalan-jalan di daratan. Asyiknya menelusuri batang dan dahan pepohonan. Sungguh benar kata-kata dari Kakek Bijaksana. “Syukurilah setiap anugerah Allah untukmu, maka engkau akan menemukan berbagai keajaiban yang Allah berikan dan titipkan padamu.”
Duhai sahabatku, apakah engkau belajar sesuatu untuk ujianmu?????